KORAN TEMPO Thursday, 10 November 2011
oleh Fachruddin Mangunjaya, Delegasi Sacred Land and Green Pilgrimage Celebration, Assisi, Italia, bekerja di Conservation International (CI) Indonesia, Fellow of The Climate Reality Project (TCRP).
Pada 2010, dua anak muda muslim dari Afrika Selatan melakukan perjalanan ibadah haji "ramah lingkungan", yaitu dengan menggunakan sepeda, menuju Mekah. Nathim Cairncross dan Imtiyaz Ahman Haron bersepeda sejauh 11 ribu km, memakan waktu sembilan bulan.
Perjalanan ribuan kilometer dari negara asalnya menuju Mekah, dengan hanya mengayuh sepeda, tentu saja merupakan upaya yang sangat keras, menguras tenaga, dan melelahkan. Tetapi ini menjadi tanda bahwa kehidupan beragama mempunyai spirit dalam upaya berkontribusi kepada kepedulian lingkungan hidup. Perjalanan "haji hijau" ini tentu saja: zero emisi, sudah pasti ramah lingkungan karena tidak berkontribusi kepada emisi karbon individual.
Mengurangi emisi gas rumah kaca, seperti penggunaan CO2, baik individual maupun kolektif, akan berkontribusi pada upaya mitigasi (mengurangi) terjadinya perubahan iklim. Sebab, apabila Anda menggunakan kendaraan yang memakai bahan bakar minyak (BBM) yang berasal dari fosil, artinya akan berkontribusi pada emisi gas rumah kaca yang mengakibatkan bertambahnya ketebalan atmosfer yang berdampak pada pemanasan global. Selama tiga hari, awal November ini saya menghadiri acara peluncuran Sacred Land and Green Pilgrimage Network di Assisi, Italia.
Kegiatan ini dihadiri tokoh umat beragama dan aktivis lingkungan hidup dari berbagai keyakinan: Buddha, Baha'i, Dao, Hindu, Sinto, Sikh, Kristen, Islam, dan Yahudi, dengan tujuan yang sama, yaitu berkontribusi pada perawatan satu bumi untuk dapat hidup secara berkelanjutan, baik generasi kini maupun mendatang. Hal yang menarik adalah dalam konteks perubahan iklim dan lingkungan hidup: ada upaya umat beragama untuk bersama menggerakkan masing-masing umatnya melalui keimanan yang dimilikinya guna berkontribusi pada pencegahan atau mitigasi terhadap perubahan iklim.
Menurut Alliance of Religion and Conservation (ARC), setiap tahun ada sekitar 100 juta orang melakukan perjalanan ziarah atau ibadah ritual--termasuk ibadah haji. Adapun perayaan yang dilakukan di Assisi, Italia, itu merupakan jaringan pertama di dunia untuk mereka yang mempunyai komitmen dengan tujuan menjadikan tempat suci atau upacara keagamaan mereka berwawasan lingkungan.
Jaringan ini akan bekerja guna membantu umat beriman menjadikan tempat suci dan kota suci mereka ramah lingkungan, berkelanjutan berdasarkan pada keyakinan agama dan pemahaman mereka masing masing. Umat Islam dalam acara ini turut berkomitmen meluncurkan buku The Green Guide for Hajj, atau "panduan haji hijau" yang isinya tuntunan umum bagaimana melakukan ibadah haji yang lebih ramah lingkungan, yaitu anjuran sejak dari persiapan haji, bersikap sederhana dalam pola konsumsi. Sebab, dalam ritual haji kita diingatkan akan fitrah manusia, di mana Anda harus meninggalkan kemewahan dan gaya hidup konsumtif. Panduan ini juga menganjurkan agar jemaah haji membeli produk yang ramah lingkungan serta memilih agen perjalanan yang ramah lingkungan--misalnya yang meng-offset carbon footprint penumpangnya.
Salah satu anjuran yang sangat penting adalah tidak membeli tas plastik dan botol plastik untuk dibawa pergi haji. Mengapa? Karena plastik hanya dapat hancur selama 200 tahun, dan tidak terurai dengan cepat. Pada 2010 terdapat 100 juta botol plastik yang ditinggalkan oleh jemaah haji. Jumlah tersebut sebenarnya dapat dikurangi jika jemaah sadar dengan tidak membeli air dalam botol kemasan atau membawa sendiri air dalam wadah yang permanen untuk dikonsumsi selama perjalanan haji.
Tahun ini, menurut Kementerian Agama, Indonesia mengirim 221 ribu anggota jemaah haji ke Mekah, bahkan setiap tahun peminat haji meningkat sehingga terdapat para calon haji yang masuk daftar tunggu. Daerah provinsi seperti Aceh Darussalam, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan harus menunggu 11 tahun, sedangkan daerah lainnya rata-rata harus antre lima tahun.
Ziarah
Ziarah tidak hanya berupa mengunjungi tempat tertentu--antarnegara dan bangsa--tapi ada juga berkumpulnya massa dari sebuah kawasan (region) tertentu. Misalnya, ziarah jemaah tarekat Tasawuf Qadiriyyah di Kano, Nigeria, yang dihadiri lebih dari 1,5 juta pengikutnya setiap tahun. Sementara itu, kota suci Assisi merupakan tempat ziarah yang telah bertahan selama 800 tahun, yang dikunjungi oleh ratusan ribu penganut Katolik. Kota ini merupakan tempat kelahiran Santo yang ekologis, yaitu St Francis Assisi, di mana beliau berkhotbah tidak hanya kepada manusia, juga untuk burung dan binatang-binatang yang ada di sekitarnya.
Pertemuan acara keagamaan paling besar dalam ritual menurut catatan sepanjang sejarah adalah perayaan Maha Kumbh Mela, yang diadakan pada 2001. Acara ini hanya diadakan setiap 144 tahun di Prayag, Allahabad, India, yang menarik 60 juta pemeluk Hindu untuk berkumpul. Sedangkan pertemuan tahunan terbesar setiap tahun adalah ibadah haji di Arab Saudi, yang pengikutnya mencapai 2,5 juta orang setiap tahun.
Pesan yang sangat penting dari pertemuan ini adalah bahwa umat beragama mempunyai potensi besar untuk menggerakkan dan berkontribusi mengatasi perubahan iklim dan lingkungan secara masif, karena imanlah yang mendorong mereka melakukan penghormatan kepada tempat suci. Dan sudah tentu dengan keyakinan pula aksi peduli kepada lingkungan dapat dilakukan demi keberlanjutan ibadah umat beragama di planet bumi yang satu ini.*